Google Transtools

English French German Spain Italian Dutch
Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Buku Tamu

Selasa, 07 Februari 2012

Rakyat Miskin Tanggung utang senilai Rp. 7,5 Juta per Kapita


JAKARTA - Penduduk Indonesia saat ini menanggung utang negara 7,5 juta rupiah per kapita pada awal 2012. Beban utang yang harus dipikul semua rakyat, termasuk rakyat miskin itu, mayoritas berasal dari penerbitan obligasi eks Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada 1998.

Sebaliknya, ketika akhir 2011 produk domestik bruto (PDB) mencapai 7.427 triliun rupiah, secara matematis pendapatan per kapita sekitar 30,8 juta rupiah. Namun, faktanya, rakyat miskin tidak ikut menikmati kenaikan pendapatan per kapita itu karena pertumbuhan PDB hanya dinikmati oleh segelintir warga Indonesia.

Realitas tersebut menggambarkan kentalnya ketidakadilan karena rakyat miskin Indonesia dipaksa ikut menanggung utang swasta, dalam hal ini obligor BLBI, yang taraf hidupnya jauh lebih makmur, tanpa menikmati manisnya pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah dinilai mengabaikan kepentingan mayoritas rakyat, namun sangat mementingkan pengusaha korup yang mengemplang uang negara lewat skema BLBI.

"Jumlah utang memang selalu bertambah setiap tahun dan selalu membebani rakyat. Utang juga telah melanggengkan eksploitasi pajak atas rakyat miskin untuk kepentingan swasta sehingga yang terjadi adalah ketidakadilan," kata ekonom Indef, Didik J Rachbini, di Jakarta, Senin (6/2).

Seperti diketahui, Indonesia yang berpenduduk 237,6 juta jiwa harus memenuhi kebutuhan anggaran pembangunan dari utang yang sampai Januari 2012 telah mencapai 1.803 triliun rupiah. Dengan jumlah utang sebanyak itu, rata-rata penduduk Indonesia harus menanggung utang 7,4 juta rupiah per kapita.

Didik membenarkan bahwa dengan besarnya pembayaran utang, masyarakat miskin tidak menikmati pertumbuhan PDB, tetapi malah harus menanggung utang karena anggaran negara tersalurkan untuk membayar utang.

"Ketika utang semakin membesar, maka akan terjadi pengalihan dana investasi untuk cicilan utang. Padahal, sumber daya alam kita sudah tidak mampu lagi membayar utang yang semakin membengkak. Akibatnya, ada porsi APBN yang seharusnya untuk golongan miskin tidak bisa dipakai karena harus menanggung utang," urainya.

Yang lebih memprihatinkan, ketika PDB Indonesia bertumbuh, rakyat miskin juga tidak ikut menikmati karena sebagian besar kue pembangunan telah dimiliki oleh sekelompok kecil warga negara kaya. Kebijakan pemerintah yang makin rakus berutang setiap tahun akan makin melanggengkan tindakan eksploitasi terhadap rakyat miskin oleh negara melindungi kepentingan pengemplang BLBI yang kini bebas melenggang dan hidup lebih makmur.

Perlu diketahui, sejak 1998, utang pemerintah langsung meroket akibat tambahan stok utang dari penerbitan obligasi rekapitalisasi perbankan senilai 650 triliun rupiah. Hampir tiga per empat penambahan stok utang Indonesia berasal dari utang swasta yang ditanggung negara.

Redistribusi Gagal
Direktur Institute for Global Justice Salamuddin Daeng mengatakan orientasi ekonomi Indonesia yang bertumpu pada pertumbuhan tinggi menjadi kehilangan determinasi pada pemerataan. Akibatnya, pemerintah gagal menciptakan distribusi pendapatan yang merata antarmasyarakat dan ketimpangan pendapatan antara yang kaya dan miskin semakin besar.

"Pemerintah akan gagal mencapai pemerataan selama pemerataan itu tidak menjadi prioritas," ujar dia. Pengamat ekonomi LIPI, Agus Eko Nugroho menambahkan, pemerintah minim strategi pemerataan yang nyata dan signifikan. Ini bertolak belakang dengan semangat pemerintah menciptakan aneka program dan kebijakan untuk mendorong pertumbuhan.

Misalnya, pada anatomi MP3I, pemerintah sangat terperinci membahas target pertumbuhan, begitu juga dengan kebijakan investasi asing. "Namun, strategi memeratakan pendapatan yang diperoleh dari pertumbuhan tidak dijabarkan atau malah tidak punya karena growth oriented," tegas Agus.

Daeng pun mengungkapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya ditopang oleh meningkatnya konsumsi masyarakat, mayoritas dari impor pangan, dan bukan dari pendapatan. Hal ini mengakibatkan terjadinya perluasan kemiskinan di masyarakat. fia/nig/lex/yok/WP

Ref : Koran Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

INGIN DOMAIN GRATIS 100% , -.COM-.NET-.ORG

INGIN DOMAIN GRATIS 100% , -.COM-.NET-.ORG
Syarat Cuman Menambahkan Teman/Pengguna (REFER FRIENDS) minimal 9 pengguna Max. 16 Pengguna.

Arsip Blog