Seorang anak bertanya pada Ibunya, kapan waktunya memakai sandal? Hanya ketika jalanmu dialas karpet dan gunakan sandal jepit.
Sederhana,… tapi anak anak ini memang
tak pernah menggunakan sandal dan hanya digunakan pada saat acara resmi.
Tak heran kalau sandal jepit bisa awet hinggu 4 tahun lebih. Ini hanya
sepenggal cerita tentang anak anak yang mungkin sudah menjadi tetangga
kalian.
Bukan Mencuri Sandal
Si Mbok pernah bercerita padaku bahwa anak anak
seusianya dahulu tak pernah menggunakan sandal tapi bukan berjalan di
atas aspal saat siang hari. Tapi dua bocah ini merasa sangat nyaman
berjalan di terik matahari seharian. Menurut mereka sandal hanya akan
mempersulit gerak, tak bebas, bahkan sulit berlari.
Tak semua anak anak pemulung
berkelakuan baik, ada yang mempunyai tabiat buruk seperti mengambil
barang yang belum waktunya dibuang, atau nekat memasuki pagar orang
lain. Sebut saja namanya Rudi, sepulang sekolah langsung membawa karung
yang berusaha membantu orang tuanya mencukupi kebutuhan hidup. Aku bukan bicara soal kejahatan ketika seorang anak mencuri sandal, padahal kalaupun dilakukan hanya untuk digunakan sendiri karena memang tak memiliki.
Banyak cerita yang dilalui, pernah melompati pagar karena kejaran anjing pemilik rumah hingga ‘burungnya’ mengalami nasib tragis satu jahitan. Ya, hanya karena mencuri sandal,
tapi nafsu anak anak merasa ingin secepatnya memperoleh barang yang di
inginkan. Belum lagi kalau mereka berpapasan dengan pemulung dewasa,
sepertinya harus merelakan barang apapun yang diambil. Dari pengalaman
ini saja sudah cukup menjadi alasan untuk melepaskan sandal, bukannya
tak ingin memakai tapi memang merepotkan ketika melarikan diri.
Rudi, termasuk siswa yang paling sering
mengotori lantai sekolah karena tak menggunakan alas kaki. Bukan hanya
dia, tapi beberapa siswa di pinggiran ternyata masih tak menggunakan
sandal. Bukan karena terbiasa, tapi memang tak memiliki sepatu dan
itupun harus berjuang sendiri membeli berbagai peralatan sekolah. Kok
bisa?… Padahal dana pemerintah untuk membantu mereka bersekolah telah
dikucurkan tapi kita masih melihat realitas sosial
seperti ini. Permasalahannya bukan pada dana, tapi uang itu digunakan
untuk keperluan lain. Begitulah kehidupan kelas bawah yang terpaksa
memotong kepentingan lain hanya untuk sesuap nasi.
Maksudmu Uluran Tangan?
Ah,… aku berfikir kalau sekarang
disetiap sudut jalan mengaharapkan uluran tangan dan merasa bosan harus
mengeluarkan recehan setiap beberapa langkah. Maksudku,… apakah mereka
benar-benar tak mampu hingga harus mengeluarkan koin di kantongku? Ini
hanya pertanyaan besar yang sulit dijawab, dan sebenarnya aku tak mampu
membedakan aktor diantara mereka.
Tak harus dengan koin, seperti anak anak
pemulung ini yang bisa dibantu tanpa mengeluarkan sepeserpun dari
kantong kalian. Memberikan beberapa kaleng minuman bekas sudah cukup
membantu, apalagi anak anak seperti Rudi cukup banyak jumlahnya dan
punya persaingan tersendiri.
Aku pernah memikirkan satu hal, kalau saja anak anak pemulung itu berhasil mengumpulkan uang, apakah mereka nantinya membeli sepatu & sandal atau….. malah disalah gunakan orang tuanya.