Manusia hidup dan kemudian mati, mereka dijauhkan dari pemukiman hingga tak beda dengan sampah.
Kira kira, seperti itukah gambaran
sebuah makam? Mereka yang mati di tempatkan di sebuah pemakaman yang
jauh dari pemukiman, apa bedanya dengan TPS (Tempat Pembuangan Sampah)? Hampir tak ada bedanya, bahkan sampah bisa menjadi nilai tambah bagi kaum kecil untuk mengais organik dan sampah daur ulang.
Mungkin pendapat itu hanya tersirat bagi
mereka yang sinis dan tak percaya dengan kehidupan lain. Mereka mungkin
berfikir ketika tubuh mereka mati dan bukan menjadi masalah untuk di
bumi hanguskan ataupun dibuang daripada membuat dunia semakin sempit.
Tapi ini masalah religi dimana seseorang mempercayai dan menghormati
mereka yang telah mati.
Anda tau, bahwa jepretan ini nyata! Sebuah pemakaman kaum Tionghoa telah dijadikan tempat pembuangan sampah (TPS) bagi masyarakat setempat. Tak hanya itu, di lokasi ini juga tersedia pemakaman muslim
yang mungkin juga berimbas sama. Jangan tanya saya seberapa luas lokasi
pemakaman karena disini satu satunya pemakaman terbesar bagi kaum Tionghoa di sudut kota Medan.
Sampah itu berserakan, menumpuk disepanjang jalan pemakaman. Padahal larangan pembuangan sampah
sudah diterapkan dan pernah dibatasi dengan sekat, tapi toh TPS tetap
menjadi kenyataan. Apa yang terjadi karena tong sampah yang disediakan
hampir tak ada hingga membuat masyarakat terpaksa harus mengurus sampah
mereka sendiri. Ya, kita bicara soal pencemaran lingkungan.
Mayoritas penduduk lokasi ini bisa dikatakan muslim dan kristiani, hingga mungkin mereka berfikir bahwa pemakaman itu bukan suatu yang dianggap penting. Suatu hal yang bisa berimbas realitas sosial, saya tak melihat adanya ke-bhineka-an, ternyata kita ini ‘berebeda-beda tetap berbeda juga’.
Apakah penting makam leluhur mu? Bayangkan bahwasannya pemakaman itu
milik keluarga yang hanya dihiasi dengan taman taman sampah. Pemakaman
itu lebih dulu berada disana selama berpuluh puluh tahun, hingga manusia
membuat dunia semakin sempit.
Tak hanya sampah, pemakaman lain juga sering mengalami penggusuran hanya untuk menutupi nafsu duniawi. Dalam sekejap mereka telah diubah menjadi Mall dan pusat perkantoran.
Negara beragama, menganut Pancasila yang
sebenarnya tak patut mengecap dirimu. Tak satupun norma itu melekat
hingga membuat warna kulit sebuah perbedaan besar diantaranya. Semuanya?
Tidak seperti itu, tapi ternyata lebih banyak dari kita tak menganutnya
sama sekali. Kita ini rentan,…. rentan perang saudara, “Lo senggol, gua bacok!”
Dan mulai sekarang, kau harus mempersiapkan dimana pemakamanmu nanti. Seperti layaknya memilih perumahan yang sulit digusur hingga tidurmu nyenyak sepanjang tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar