Soeharto berkuasa dengan terror dan pembantaian keji. Jutaan orang
terbunuh dalam periode awal kekuasannya. Sasaran terornya adalah dua
kekuatan yang paling loyal mendukung politik Bung Karno, yaitu komunis
dan nasionalis kiri.
Organisasi perempuan juga menjadi sasaran pembasmian. Gerwani,
organisasi perempuan yang memikili anggota 1,5 juta orang, menjadi
sasaran perburuan para algojo-algojo rejim orde baru (Tentara, ormas dan
milisi sipil). Ratusan ribu orang mendekam dalam penjara-penjara orde
baru selama puluhan tahun.
Sejak itu sampai sekarang, kita sulit menemukan lagi sebuah
organisasi perempuan sebesar Gerwani. Kalaupun ada organisasi perempuan
sekarang yang beranggotakan banyak orang, semisal organisasi ibu-ibu PKK
(pemberdayaan dan kesejahteran keluarga), itu karena sengaja diciptakan
oleh penguasa.
Ada yang menarik dengan organisasi PKK ini. Menurut Sri Sulistyawati,
mantan aktivis Gerwani cabang Jakarta, sebagian besar metode kerja PKK
mengadopsi apa yang pernah dilakukan oleh Gerwani. “Dulu Gerwani sering
memberikan kursus ketrampilan kepada kaum perempuan, sekarang PKK juga
mencoba melakukan itu,” katanya.
Gerwani aktif memberikan ketrampilan kepada perempuan, seperti
menjahit, merenda, menyulam, dan masak-memasak. Mereka juga aktif dalam
gerakan pemberantasan buta huruf dan gerakan pendidikan hingga ke
desa-desa. Untuk anak-anak, organisasi yang dicap komunis ini mendirikan
TK.Melati. Untuk menarik dukungan pedagang menengah dan kecil yang
sebagian besar adalah perempuan, gerwani juga mendirikan tempat
penitipan anak di pasar-pasar.
Dalam lapangan perjuangan lain, gerwani juga aktif bersama organisasi
lain dalam membela ibu dan anak-anak terlantar karena suami kurang
bertanggung-jawab, mengorganisir buruh perempuan yang dirugikan sistim
kerja, hingga turun ke sawah atau ladang untuk membela kaum tani dan hak
atas tanah garapan dari tuan tanah dan perusahaan besar.
Pantas saja, gerwani berhasil tumbuh menjadi organisasi perempuan
terbesar saat itu dengan jumlah anggota mencapai 1,5 juta. Sampai
sekarang, belum ada organisasi perempuan revolusioner yang mempunyai
anggota sebanyak itu.
>>>
Seusai rejim orde baru digulingkan oleh gerakan rakyat, gerakan
perempuan pun mulai mencari ruang untuk mengkonsolidasikan diri. Para
aktivis perempuan mulai membaca kembali teori-teori feminis, dan
sekaligus mulai mengadvokasi isu-isu perempuan seperti kekerasan
terhadap perempuan, keterwakilan politik, praktek diskriminasi, dan lain
sebagainya.
Menurut Ulfa Ilyas, dalam artikel “Mengenai gerakan Perempuan
Berbasis Massa”, sebagian besar yang terlibat dalam gelombang baru
gerkaan perempuan ini adalah perempuan kelas atas dan kelas menengah,
termasuk dari golongan akademisi dan mahasiswa.
Akan tetapi, menurut Ulfa Ilyas, karena terdominasi oleh kelompok
perempuan kalangan atas dan menengah, maka isu-isu dan advokasi gerakan
perempuan sangat sedikit yang bersentuhan langsung dengan perempuan
kebanyakan, seperti perempuan tani, buruh, dan kaum miskin lainnya.
Di mata perempuan kebanyakan (petani, buruh, dan miskin perkotaan),
masalah terbesar mereka adalah sosial-ekonomi akibat sistim
neoliberalisme; bagaimana mendapatkan pekerjaan yang layak, mendapatkan
akses kesehatan, pendidikan, dan mendapatkan perlindungan dari
kekerasan. Itu pula persoalan kerumah-tanggaan yang paling banyak
membuat pusing “tujuh keliling” kalangan ibu-ibu.
Padahal, menurut Ulfa Ilyas, karena di perempuan masih melekat apa
yang disebut peran domestik, maka perempuanlah yang paling merasakan
dampak penerapan kebijakan neoliberal, seperti privatisasi, deregulasi,
dan liberalisasi ekonomi.
>>>
Menurut Hegel Terome, penggiat masalah perempuan di Kalyanamitra,
salah satu penyebab kenapa gerakan perempuan gagal mendesakkan
tuntutannya adalah karena tidak adanya motor organisasi.
“Orde baru telah menghancurkan mesin terbesar gerakan perempuan,
yaitu gerwani. Ini juga yang membuat banyak agenda perempuan sulit
dimenangkan,” ujar alumnus filsafat Universitas Gajah Mada (UGM) ini.
Katanya, ketika Bung Karno masih berkuasa, kaum perempuan diajak
untuk keluar rumah dan terlibat besama dengan laki-laki untuk membangun
bangsa. Sekarang, karena pemerintahnya memang anti-kemajuan perempuan,
ditambah lagi ketiadaan mesin organisasi massa perempuan, kaum perempuan
mulai ditarik kembali untuk masuk ke dalam rumah.
Sebagai buktinya: di berbagai daerah diberlakukan perda-perda
syariah, berdiri perkumpulan-perkumpulan istri taat suami, dan berbagai
bentuk tekanan untuk mengurung perempuan di dalam rumah.
“Kalau mau membuka ruang politik, sekaligus melawan berbagai
upaya-upaya penyingkiran perempuan, maka sudah saatnya menghidupkan
kembali organisasi massa kaum perempuan,” tegasnya.
Akan tetapi, kalau gerakan perempuan hendak membangun organisasi
massa, maka perlu difikirkan strategi kampanye dan metode advokasi untuk
menjembatani antara organisasi dan massa luas kaum perempuan.
“Saya setuju sekali jika sekarang diusahakan pendirian organisasi
massa perempuan. Tetapi itu akan sulit berhasil jika isunya elitis,
tidak mau turun langsung ke pabrik dan di tengah-tengah massa kaum
perempuan,” tutur Sri Sulistyawati.
Agus Pranata
Ref ://Berdikari Online
Senin, 06 Februari 2012
Perempuan Perlu Membangun Organisasi Massa
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Arsip Blog
-
▼
2012
(53)
-
▼
Februari
(53)
- Ketika Sandal Tak Lagi Diperlukan
- Mulut Mu, Laboratorium Ku
- Jika Negara Tanpa Trotoar
- Membuang Cat Di Atas Aspal
- Keselamatan Pengendara Bergantung Pada Iklan
- Lahan Parkir Gratis, Stok Terbatas!
- Bencana Banjir Dan Pentingnya Kanal
- Berbagi Sarapan Sampah, Mau-?….
- Pemakaman, Tak Jauh Beda Dengan TPS
- Buanglah Sampah Seenaknya
- Anak Jalanan Aset Negara-?
- Bangsaku Bukan Pemalas Melainkan Pekerja Keras
- Kaya Dan Miskin
- Miskin Dan Becak Tua
- Tidak akan ada lagi Sebutan “ANAK HARAM”
- Presiden RI telah melanggar UUD 1945, terkait peng...
- Orang Bijak Mengatakan "Mundur Lebih Baik dari pad...
- Kesucian Terusik Batu yang Menangis
- Rakyat Butuh Pemimpin Tegas Bukan Bergaya Militer
- Desakan Pembubaran Front Pembela Islam (FPI)
- Ujar Habib Selon : Silakan Hukum Anggota Ane, FPI ...
- Alasan Mengapa Polri Menerima Duit dari Freeport?
- Rasa Keadilan yang Hilang ditanah Papua
- Jangan 'Beli Kucing dalam Karung' di Pilpres 2014
- SBY Sentil Amerika
- Manipulator Keuangan Dunia_"AS Tidak Takut dengan ...
- Pembatasan BBM Bersubsidi "Menghemat dana APBN"
- Mendagri - Bikin Ormas Seperti Bikin Martabak Telor
- Rakyat Miskin Tanggung utang senilai Rp. 7,5 Juta ...
- SRMI Makassar Tolak Ruislag SD Gaddong
- Malapetaka Swastanisasi Air Di Makassar
- Merdeka Di Mata Rakyat
- Kenapa Perlu Mendukung Gerakan Pasal 33
- Tinggalkan Neoliberalisme, Kembali Ke Pasal 33 UUD...
- Krisis Kapitalisme Dan Dampaknya Di Indonesia
- Tentang ‘Gerakan Pasal 33’
- Makna “Dikuasai Oleh Negara” Dalam Pasal 33 UUD 1945
- Filosofi Pasal 33 UUD 1945 Menurut Pendiri Bangsa
- Pasal 33 UUD 1945 Sebagai Solusi Krisis Kapitalism...
- “Slim Is Beautiful”: Antara Konstruksi Budaya Dan ...
- Cerpen: Lelaki Tua dan Becaknya
- Cerita Seorang Perempuan Tua
- Perempuan Perlu Membangun Organisasi Massa
- Bung Karno Dan Gerakan Wanita
- Bung Karno Dan Kenangan Di Ende
- Dunia Maya Dan Gerakan Sosial Anti-Korupsi
- Tari Adinda: Musikku Adalah Suara Kaum Tertindas
- Nicolas Maduro, Sopir Bus Jadi Menteri Luar Negeri
- Soal Mutu Pendidikan Nasional
- Bung Karno Dan Empat Strategi Melawan Imperialisme
- Kenaikan Tarif Dasar Listrik dan Liberalisasi Sekt...
- Gerakan Konstitusional Merebut Hak-Hak Dasar
- Otonomi Daerah Dan Neoliberalisme
-
▼
Februari
(53)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar