Google Transtools

English French German Spain Italian Dutch
Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Buku Tamu

Selasa, 21 Februari 2012

Presiden RI telah melanggar UUD 1945, terkait pengelolaan APBN


Sekjen Seknas FITRA, Yuna Farhan kepada The Globe Journal, Minggu lalu mengatakan Koalisi APBN untuk Kesejahteraan Rakyat telah melakukan somasi kepada Presiden RI, Pimpinan DPR RI, Menteri Sekretaris Negara, Menteri Keuangan dan Pimpinan Fraksi DPR RI terkait pembelian pesawat presiden RI. Rilis yang diterima The Globe Journal, menyebutkan bahwa dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 ayat (1) UUD 1945, yang berbunyi “Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Terkait hal tersebut bahwa perbuatan Presiden RI dan DPR RI yang menyetujui Pembelian Pesawat Kepresidenan jenis Boing 737-800 Business jet 2 seharga kurang lebih US$ 91 juta yang dituangkan dalam APBN, akan tetapi sumber pemasukan APBN untuk pembelian Pesawat Kepresidenan tersebut berasal dari utang luar negeri, hal ini jelas-jelas membebani APBN itu sendiri.
"Pelaksanaan pembelian Pesawat Kepresidenan ini juga menggunakan anggaran multi year, artinya pelaksanaan kegiatan ini lebih dari satu tahun anggaran berjalan," sebut Yuna Farhan.
Pembelian Pesawat Kepresidenan ini tentulah sangat tidak efisien, karena menyewa pesawat, seperti yang selama ini dilakukan, jauh lebih efisien daripada membeli pesawat. Hal tersebut cukuplah beralasan karena jenis pesawat tersebut tidak dapat digunakan di landasan bandara di Indonesia karena ukuran dan bobot yang besar.
Jika presiden menggunakan pesawat garuda, maka tidak akan merugikan keuangan Negara karena Pesawat Garuda adalah milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pengeluaran uang sewa pesawat tergantung dari frekuensi pemakaian. Yang artinya Negara tidak perlu mengeluarkan uang lebih sepanjang pesawat tidak digunakan. Sementara pembelian pesawat harus mengalokasikan biaya perawatan, dalam keadaan pesawat digunakan atau tidak.
Membeli pesawat produksi Boeing, tidak menghargai produk dalam negeri, sekaligus juga anti industri nasional, karena Negara kita memiliki Industri strategis perakitan pesawat yakni PT. Dirgantara Indonesia.
Hal ini tentulah sangat melecehkan kemampuan-kemampuan anak bangsa, ditengah optimisme rakyat sedang tinggi-tingginya atas prestasi yang membanggakan terkait putra-putra terbaik SMK di Solo yang mampu merakit mobil sebagai rintisan Mobil Nasional. Presiden, DPR dan Menteri Sekretaris Negara, Menteri Keuangan harus bertanggung jawab atas pembelian pesawat ini, karena Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan, beserta para pembantunya (Mensesneg dan Menkeu) dalam hal ini, telah melanggar UUD 1945 karena tidak menjalankan amanat konstitusi dengan baik dan benar, terkait pengelolaan anggaran sesuai UUD 1945.
Dewan Perwakilan Rakyat yang merupakan wakil dari seluruh rakyat Indonesia haruslah memperjuangkan hak-hak konstitusi rakyat Indonesia yang diatur dalam UUD 1945, dimana anggaran negara haruslah diperuntukkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Bahwa Persetujuan Pembelian Pesawat Kepresidenan yang dilakukan oleh Pemerintah dan DPR RI tersebut  merupakan perbuatan yang masuk dalam kategori Perbuatan Melawan  Hukum Penguasa / onrechtmatige overheidsdaad sebagaimana di atur dalam pasal 1365  KUHPerdata sehingga dapat di gugat secara Perdata dengan alasan telah melanggar Hak Subyektif Rakyat, berupa hilangnya hak konstitusional seperti kedaulatan rakyat atas anggaran.
Dimana, hak kedaulatan rakyat  atas anggaran sudah “diamanah” dengan wujud hak budget DPR di Parlemen. Tetapi, Hak Budget DPR ini disalahgunakan oleh DPR untuk kepentingan yang tidak prioritas sesuai konstitusi dan aturan perundang-undangan.
 Prioritas utama pengelolaan anggaran sesuai mandat konstitusi UUD 45 ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Cerminan paling menonjol dari tidak diutamakannya prioritas pengalokasian anggaran yang seharusnya dilakukan adalah semisal fakta yang ditemukan pada tahun anggaran 2010, anggaran kesehatan atau fungsi kesehatan diluar gaji pegawai hanya diberikan oleh DPR sebesar 2,2% dari total APBNP 2010. Dan Tahun anggaran 2011, anggaran kesehatan atau fungsi kesehatan diluar gaji pegawai hanya diberikan oleh DPR sebesar  0.5% dari total APBN 2011.
Bahwa Pembelian Pesawat Kepresidenan tidak sejalan dan bertentangan dengan kewajiban hukum Presiden RI yang dimandatkan untuk menyejahterakan seluruh rakyat karena perbuatan Pembelian Pesawat Kepresidenan bertentangan dengan Inpres No 7 tahun 2010 tentang Penghematan Belanja Kementerian/Lembaga tahun 2011; Inpres ini dikeluarkan oleh PRESIDEN RI bertujuan agar  anggaran belanja negara menjadi efisien dan efektif, akan tetapi justru perbuatan Presiden dalam hal pembelian pesawat kepresidenan tidak menjadi lokomotif dalam melakukan penghematan anggaran. Bahwa perbuatan DPR RI dalam persetujuannya terkait pembelian pesawat kepresidenan tersebut telah bertentangan dengan kewajiban hukumnya untuk menghimpun aspirasi masyarakat demi kesejahteraan rakyat karena perbuatan pembelian pesawat kepresidenan tersebut bertentangan dengan UU No.17 Tahun 2003  tentang Keuangan Negara; UU No.2 tahun 2008 tentang partai Politik; dan UU No.22 tahun 2003 tentang Susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Bahwa Presiden RI, Menteri Sekretaris Negara dan Menteri Keuangan memegang kekuasaan pemerintahan dalam hal pengelolaan keuangan juga bertanggung jawab terhadap pembelian pesawat kepresidenan yang menghambur-hamburkan keuangan Negara.
Bahwa Partai politik di DPR RI lewat fraksi-fraksi di DPR RI juga telah lalai melakukan tindakan-tindakan hukum sesuai dengan kewenangan yang di miliki untuk menghentikan pembelian pesawat kepresidenan yang telah menciderai rasa keadilan masyarakat. Bahwa Berdasarkan hal tersebut di atas, dengan ini kami mensomir Presiden RI, Pimpinan DPR RI, Ketua, Wakil Ketua Beserta Seluruh Anggota Badan Anggaran DPR RI, Menteri Sekretaris Negara RI, Menteri Keuangan RI; agar dalam tenggang waktu waktu 7 X 24 Jam sejak somasi ini di bacakan untuk melakukan tindakan-tindakan konkrit berupa membatalkan rencana pembelian pesawat kepresidenan.
Kemudian menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh rakyat Indonesia karena telah lalai melakukan kewajiban hukumnya sebagaimana di atur dalam Undang-Undang Dasar 1945, Undang UU No.17 Tahun 2003  tentang Keuangan Negara,  UU No.2 tahun 2008 tentang partai Politik dan UU No.22 tahun 2003 tentang Susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD dan Inpres No 7 tahun 2010 tentang Penghematan Belanja Kementerian/Lembaga tahun 2011. Apabila dalam tenggang waktu tersebut di atas, tidak ada itikad baik dari Presiden RI, Pimpinan DPR RI dan Ketua dan Anggota Badan Anggaran DPR RI untuk melaksanakan somasi ini, kami akan mengajukan upaya hukum di Pengadilan Negeri, berupa Gugatan Warga Negara (citizen law Suit) dan juga legal Standing (Hak Gugat Organisasi) Terhadap Presiden RI dan Pimpinan DPR RI serta Badan Anggaran DPR RI dan pihak-pihak lain yang di anggap bertanggungjawab secara hukum.
Tim Advokasi Koalisi APBN untuk Kesejahteraan Rakyat yang berdomisili hukum di kantor Jalan Mampang Prapatan XV No. 8A RT 03/04, Kelurahan Tegal Parang, Jakarta Selatan, yang merupakan organisasi masyarakat dari Seknas FITRA, Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Prakarsa Masyarakat Untuk Negara Kesejahteraan Dan Pembangunan Alternatif (PRAKARSA), PERKUMPULAN INISIATIF, Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK), yang merupakan organisas yang  concern dalam memperjuangkan anggaran untuk keadilan dan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

INGIN DOMAIN GRATIS 100% , -.COM-.NET-.ORG

INGIN DOMAIN GRATIS 100% , -.COM-.NET-.ORG
Syarat Cuman Menambahkan Teman/Pengguna (REFER FRIENDS) minimal 9 pengguna Max. 16 Pengguna.

Arsip Blog