Google Transtools

English French German Spain Italian Dutch
Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Buku Tamu

Tampilkan postingan dengan label KABAR RAKYAT. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KABAR RAKYAT. Tampilkan semua postingan

Selasa, 21 Februari 2012

Tidak akan ada lagi Sebutan “ANAK HARAM”


Sekitar Seminggu yang lalu saya mendengar para tetangga (ibu-ibu ) bergunjing tentang tetangga kami yang mempunyai anak di luar nikah, Saat itu si ibu yang mempunyai anak di luar nikah tersebut mengalami kesulitan ketika mau mendaftarkan anaknya ke Taman Kanak-kanak, karena salah satu persyaratanya adalah Akte kelahiran, sedangkan sudah barang tentu akte kelahiran itu tak bisa di buat karena salah satu syarat pembuatan akte kelahiran adalah harus ada surat nikah. Dan setahu saya anak tersebut sekarang belum masuk sekolah.
Kabar gembira bagi si ibu tersebut karena kemungkinan tahun ajaran ini anaknya bisa mendaftar di TK atau SD, karena MK telah mengabulkan tuntutan Machica Mochtar mengenai status keperdataan anak luar Nikah. artis dangdut era 80an yang merupakan mantan istri siri Moerdiono itu menggugat Pasal 2 Ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1) UU 1/1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan). Pasal itu menyebut, anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya punya hubungan perdata dengan ibu kandung dan keluarga ibunya.
Putusan MK yang dibacakan tanggal 17 Februari 2012 mengabulkan tuntutan Machica Mochtar mengenai status keperdataan anak luar kawin sebagai berikut:
Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019) yang menyatakan, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya.
Pasal 43 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019) yang menyatakan, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya” tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya, sehingga ayat tersebut harus dibaca, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”.(detik.com)
Kini atas hasil uji materi yang telah di putuskan MK maka anak yang lahir di luar nikah bisa mendapatkan hak kewarganegaraannya, termasuk mendapatkan akte kelahiran dengan menyebutkan nama ibunya saja tanpa menyertakan nama ayah biologisnya.
Keputusa dari hasil uji materi tersebut menurut saya ada dampak baiknya dan ada juga dampak buruknya. Dampak baiknya adalah anak yang lahir di luar nikah mendapatkan kemudahan dalam mengurus administrasi kewarga negaraanya, sedangkan dampak buruknya adalah dengan keputusan ini akan memicu semakin banyaknya orang yang melakukan hubungan di luar nikah.
Memang anak yang lahir di luar nikah adalah anak yang tidak berdosa, karena yang bersalah dan berdosa adalah kedua orang tuanya, jadi saya setuju saja dengan keputusan MK tersebut, akan tetapi dengan keluarnya keputusan MK tersebut perlu di pikirkan satu peraturan yang bebertuk undang-undang yang isinya bisa meredam perzinahan yang isinya lebih tegas. Misalnya dengan memberikan sanksi hukuman kurungan bagi ibu dan ayahnya setelah anak lahir, sedangkan anaknya di pelihara Negara untuk sementara waktu.
Selain kemungkinan semakain meningkatnya hubungan di luar nikah, keputusan MK juga akan memicu semakin banyak orang yang berpoligami dengan cara nikah siri, karena anak dari hasil nikah siri ini tidak akan mengalami masalah, karena ia memang anak yang syah hasil pernikahan yang syah menurut agama dan dari hukum negarapun hak kewarganegaraanya di lindungi, dan baik secara hukum Negara maupun hukum agama si anak berhak mendapatkan warisan dari Bapaknya.

Rabu, 15 Februari 2012

Rakyat Butuh Pemimpin Tegas Bukan Bergaya Militer


Kebutuhan sosok pemimpin dengan gaya keras dan tegas ala militer sangat diperlukan saat ini. Pasalnya banyak masalah yang tak kunjung diselesaikan dengan gaya kepemimpinan yang sekarang.

"Kebutuhan itu dirasakan perlu," kata pengamat politik Universitas Indonesia Ibramsjah

Dia menambahkan, pimpinan bergaya keras saat ini tampak pada Nono Sampono yang merupakan Letnan Jenderal Purnawirawan. "Kalau melihat calon-calon sekarang kan ada artis, ada sipil, nah gaya pak Nono sepertinya cocok," jelasnya.

Namun, tambahnya ada baiknya jika ada calon dari sipil yang memiliki gaya kepemimpinan yang tegas, seperti Soekarno. "Keras dan tegas itu nggak harus militer, Soekarno dari sipil tapi bisa tegas," ujar Iberamsjah.

Kebutuhan kepimpinan yang tegas ini muncul dari hasil survei Pusat Kajian Pembangunan Sosial dan Politik (Pusbangpospol). Survei ini mencatat 32,5 persen dari 1000 responden memilih pasangan yang berasal dari militer-sipil.

Rasa Keadilan yang Hilang ditanah Papua

Di tahun 2011 yang lalu Rakyat Papua bergejolak. Diawali kasus mogok karyawan di areal pertambangan PT Freeport Indonesia di Timika, Papua. Mereka meminta perusahaan memenuhi tuntutan pekerja tentang kesejahteraan. Namun demonstrasi ini berubah mencekam saat terjadi penembakan misterius yang menewaskan sejumlah orang pekerja PT Freeport Indonesia.

Belum juga tragedi berdarah ini selesai, desakan memerdekakan diri datang dari sebagian masyarakat Papua melalui Kongres Rakyat Papua III yang berlangsung di Padang Bulan, Abepura, Jayapura. Masih sama, kongres ini pun berujung pertumpahan darah saat aparat keamanan melakukan pembubaran kongres.

Ada apa dengan Papua?

Berikut Keterangan wawancara OkeZone dengan Psikolog Sosial, Ahmad Chusairi

Papua kembali bergejolak, secara psikologi masyarakat Papua, apa yang tengah terjadi di sana?

Dari segi aspirasi, sudah lama masyarakat Papua merasakan ketidakadilan. Pertama, masalah pembangunan kawasan Papua yang dapat dikatakan tertinggal dari kawasan Indonesia lainnya. Kedua, eksploitasi sumber daya alam besar-besaran tapi distribusi tidak ada. Ketiga, masalah deprivasi, banyak sumber daya manusia masih terbelakang di Papua.

Sejak masa Orde Baru, Papua memang seolah cuma dieksploitasi. Kultur masyarakat yang tertutup membuat pemerintah cenderung menggampangkan masyarakat Papua. Karena terlepas dari intervensi luar, masyarakat Papua dengan kulturnya tersebut lemah dalam memobilisasi pergerakan massa.

Apa akibat persepsi ketidakadilan ini?

Mereka berpikir Pemerintah Jawa mengeksploitasi, melanggar hak adat, karenanya ada keinginan sebagian masyarakatnya untuk memerdekakan diri.

Lantas apa yang harus dilakukan pemerintah?

Mengubah persepsi. Pemerintah harus memberikan janji-janji, entah lewat operasional, seperti memperbesar penghasilan, pembangunan infrastruktur. Tetapi harus dilakukan secara komprehensif, jangan sekedar memperhitungkan eksistensi.

Karena faktanya, proyek-proyek yang dilakukan di Papua toh tetap saja menggunakan sumber daya dari Jawa. Masyarakat Papua tetap tidak dominan, tidak terlibat di tanah kelahirannya sendiri. Ini disebabkan masalah keterbelakangan sumber daya manusia lokal yang harus jadi konsen pemerintah.

Penanganan pemerintah selama ini bagaimana?

Persoalan Papua lebih dipandang sebagai persoalan keamanan dibanding pembangunan.

Selasa, 07 Februari 2012

SRMI Makassar Tolak Ruislag SD Gaddong




Sedikitnya 50-an aktivis Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) menggelar aksi di kantor DPRD Kota Makassar, Senin (6/2/2012). Mereka menolak pembangunan ruko dan ruislag SD Gaddong Makassar.
“Luas sekolah cuma 35 x 37 meter persegi. Lalu, sekarang mau dibangun ruko sebanyak 15 petak. Tentu saja murid dan kegiatan belajar akan terganggu,” kata Ketua SRMI Makassar, Dg Baji, saat menyampaikan orasinya.
Menurut Dg Baji, pembangunan ruko di dalam lingkungan sekolah dasar itu sangat bertentangan dengan semangat nasional bangsa Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Mestinya sekolah itu diperluas, lalu ditambahkan fasilitas belajarnya, sehingga murid bisa belajar dengan maksimal. Ini malah mau dibangunkan ruko. Mana tanggung jawab Walikota Makassar terhadap masalah pendidikan,” kata Dg Baji dengan nada keras.
Menurut Dg Baji, pada 6 Oktober 2011 lalu, DPRD Sulsel sudah mengeluarkan rekomendasi perihal penghentian sementara proses ruislag SD Gaddong.
Namun, pada kenyataannya, pihak pengusaha masih terus melanjutkan proses pembangunan ruko di dalam sekolah. “Si William Effendy (nama pengusaha itu) sudah mengabaikan rekomendasi DPRD Sulsel,” kata Dg Baji.
Setelah berorasi selama beberapa jam, perwakilan SRMI dan orang tua murid diterima berdialog oleh Komisi A DPRD Makassar. Ketua Komisi A DPRD Makassar, Nurmiati, SE, menjanjikan akan mengawal terus kasus ini.
Pihak DPRD kota Makassar juga menjanjikan akan menggelar rapat dengar pendapat untuk membahas masalah ini dengan menghadirkan pihak terkait, seperti Dinas Tata Ruang, Dinas Pendidikan, BPN, Kepala Sekolah SD Negeri Gaddong I, dan Kepala Sekolah SD Negeri Gaddong II.

NIZAR MERAH
Ref ://Berdikari Online   

Senin, 06 Februari 2012

Otonomi Daerah Dan Neoliberalisme


Protes anti-tambang di Bima, juga kejadian serupa lainnya di Indonesia, telah memicu kembali perdebatan soal manfaat otonomi daerah. Dalam kasus Bima, misalnya, pemicu aksi protes adalah Ijin Usaha Pertambangan yang diterbitkan Bupati.
Dalam editorial kami yang berjudul “Pemerintahan Pusat dan Kekuasaan Pemerintahan Daerah”, pada 19 Januari 2012 lalu, telah berusaha disinggung dampak negatif akibat begitu berkuasanya kepala daerah. Dalam banyak kasus, sejumlah kepala daerah mengabaikan rekomendasi pejabat di atasnya.
Dalam banyak kasus, seperti pernah dikhawatirkan almarhum Gus Dur, proyek desentralisasi dan otonomi daerah telah menjadi pangkal tempat berkecambahnya agenda neoliberalisme. Ini mirip dengan kekhawatiran Bung Karno dulu, bahwa agenda federalisme telah menjadi sarana kembalinya kolonialisme.
Kekhawatiran itu benar adanya.

INGIN DOMAIN GRATIS 100% , -.COM-.NET-.ORG

INGIN DOMAIN GRATIS 100% , -.COM-.NET-.ORG
Syarat Cuman Menambahkan Teman/Pengguna (REFER FRIENDS) minimal 9 pengguna Max. 16 Pengguna.

Arsip Blog